Senin, 19 Januari 2015

Pendidikan di Indonesia kini dan pada masa Ki Hajar Dewantara

·       PENDIDIKAN PADA MASA KI HAJAR DEWANTARA

Kebanggaan suatu bangsa terhadap pahlawan-pahlawannya akan membangkitkan kesadaran bangsa itu terhadap harga diri dan martabat bangsanya yang luhur, yang telah mampu melahirkan manusia-manusia besar dan pahlawan-pahlawan besar.(Ki Hajar Dewantara)
         
Masa penjajahan yang berlangsung selama lebih dari 350 tahun di negeri ini memberikan pengaruh yang cukup besar dalam pengambilan kebijakan dan penataan sistem pemerintahan Indonesia setelah merdeka. Tak dapat dihindari, Indonesia pun mengalami penetrasi dalam berbagai hal sepereti ekonomi, politik, sosial maupun budaya dari negara penjajah terebut.

Negara kita saat ini pun masih mengadopsi sistem pendidikan ala Barat. Padahal banyak pihak yang menilai sistem pendidikan tersebut bersifat sekuler dan matrealistik. Pendidikan kini dinilai sebagai sebuah formalitas yang tidak lagi menunjukkan esensi yang sesungguhnya dari proses pebelajaran itu sendiri dan lebih berorientasi pada pencapaian hasil yang dirasa dapat menunjang kebutuhan finansial peserta didik di masa depan.

Perlu kita ingat bersama bahwa para tokoh nasionalis Indonesia telah berusaha untuk membangkitkan semangat berpendidikan untuk menjadi negara yang bermartabat tanpa menghilangkan unsur-unsur budaya yang kita miliki. Justru dengan hal itulah keagungan bangsa ini terlihat dan permasalahan dalam negeri bisa terkendali.

Sebuah kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi rakyat Indonesia muncul sebagai bentuk perlawanan nonfisik atas penjajahan yang membelenggu Indonesia. Salah satu indikasi perkembangan ini ditandai dengan berdirinya sekolah keagamaan dan kebangsaan seperti Perguruan Nasional Taman Siswa atau Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa.

Ø  Taman Siswa dan Konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau Ki Hajar Dewantara adalah tokoh peduli pendidikan yang dengan serius berupaya menumbuhkan kembali tradisi kejayaan masa lampau negeri ini. Bersama dengan perguruan Taman Siswa yang didirikannya pada tahun 1922, putra dari Pangeran Suryaningrat dan cucu dari K.G.P.A.A. Paku Alam III ini berupaya meletakkan dasar-dasar kebudayaan bangsa dan semangat kebangsaan di dalam gerakan pendidikan yang dilakukan di Jawa, Sumatra, Borneo, Sulawesi, Sunda Kecil, dan Maluku. Semua itu didedikasikan untuk memulihkan harkat dan martabat bangsa dan menghilangkan kebodohan, kekerdilan, dan feodalisme sebagai akibat nyata dari penjajahan.

Taman siswa mengajarkan “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengetahui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkatkan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajarinya.

Ø  Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan:

1.    Melihat pendidikan dari perspektif antropologis, yaitu bagaimana warga masyarakat meneruskan warisan budaya kepada generasi berikutnya dan mempertahankan tatanan sosial. Ki Hajar Dewantara memandang penting pewarisan budaya ini sebagai cara menyambung kembali peradaban bangsa yang pernah terdistorsi. Beliau juga memikirkan kemajuan budaya bangsa yang harus selalu tumbuh. Pendidikan merupakan proses akulturasi, dalam pengertian masyarakat tidak hanya menyerap warisan budaya tetapi juga memadukan berbagai unsur budaya tanpa menghancurkan unsur inti atau tema utama kebudayaan, dalam hal ini kebudayaan nasional (Cultureel Natio-nalism).
Ki Hadjar Dewantara mencipakan asas Tri-kon (kontinyu, konvergensi, dan konsentris), yang menyebutkan bahwa pertukaran kebudayaan dengan dunia luar harus dilakukan secara kontinyu dengan alam kebudayaannya sendiri, lalu konvergensi dengan kebudayaan-kebudayaan lain yang ada dan akhirnya, jika sudah bersatu dalam alam universal, bersama-sama mewujudkan persatuan dunia dan manusia yang konsentris. Konsentris berarti bertitik pusat satu dengan alam-alam kebudayaan sedunia, tetapi masih tetap memiliki garis lingkaran sendiri-sendiri.

2.    Pendidikan nasional harus berdasarkan pada garis hidup bangsanya dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan, yang dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga berkedudukan sama dan pantas bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia. Pemikiran ini menunjukkan bahwa Ki Hajar Dewantara adalah seorang yang sangat menghargai pluralisme atau kemajemukan. Beliau juga seorang yang berpikiran futuristik dengan universalisasi yang memungkinkan jaringan global berbagai hubungan antarbangsa melintasi ruang dan waktu. Wawasan kemajemukan ini membuka peluang bagi berkembangnya sikap toleran, inklusivisme, dan non-sektarianisme yang merupakan wujud konkret dari Bhinneka Tunggal Ika.

3.    Memberikan pengakuan akan pentingnya pendidikan budi pekerti. Beliau berpendapat bahwa pendidikan ala Barat yang hanya berorientasi pada segi intelektualisme, individualisme, dan materialisme tidak sepenuhnya sesuai dengan corak budaya dan kebutuhan bangsa Indonesia. Warisan nilai-nilai luhur budaya dan religiusitas bangsa Indonesia yang masih dijadikan pedoman hidup berkeluarga di masyarakat Indonesia harus dikembangkan dalam dunia pendidikan. Dalam konteks pemikiran Ki Hajar, pendidikan tidak cukup hanya membuat anak menjadi pintar atau unggul dalam aspek kognitifnya. Pendidikan harusnya mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak seperti daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Dengan demikian, pendidikan diharapkan mampu mengembangkan anak menjadi mandiri dan sekaligus memiliki rasa kepedulian terhadap orang lain, bangsa, dan kemanusiaan, sehingga anak menjadi seorang yang humanis dan lebih berbudaya.

Ø  Landasan Pendidikan Taman Siswa

Sebagai perguruan nasional, Taman Siswa mempunyai dasar-dasar sebagai berikut;

 Visi:
Membangun manusia yang beriman dan bertaqwa , merdeka lahir dan batin, berpengetahuan agar menjadi masyarakat yang berguna bagi Nusa dan Bangsa.

 Misi:
Menuju pada penguasaan :
• Prilaku iman dan taqwa (IMTAQ)
• Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
• Penerangan Budi Pekerti (AKHLAK)
• Dasar Pendidikan:
Dasar pendidikannya mengalami perbaikan setelah Indonesia mencapai kemerdekaan. Dasar pendidikan ini kemudian disebut Panca Dharma Dasar-dasar 1947, yaitu sebagai berikut:

A.   Asas kemerdekaan, yaitu hidup ini bebas merdeka mengikuti hak asal tidak melupakan kewajiban.
B.    Asas kodrat alam, yaitu manusia akan merasa bahagia apabila dapat menyatukan diri dengan kodrat alam itu yang mengandung unsur kebaikan. Layaknya sebuah benih, ia akan tumbuh dan berusaha menyemaikan benih-benih baru untuk kelangsungan generasi berikutnya. Karena itu hendaklah tiap anak berkembang dengan sewajarnya.
C.   Azas kebudayaan, yaitu usaha membawa kebudayaan bangsa menuju kemajuan, sejalan dengan pergantian zaman untuk kepentingan hidup rakyat seluruhnya. Kebudayaan ini selayaknya berkembang secara kontinyu, konvergen dan konsentris (Trikon)
D.    Asas kebangsaan, yaitu memuat aspek persatuan serta tidak ada unsur permusuhan dengan bangsa lain.
E.    Azas Kemanusiaan, menyatakan bahwa dharma tiap-tiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang berarti kemajuan manusia itu lahir dan batin. Wujud kemanusiaan ini diimplikasikan dengan rasa cinta kasih terhadap sesama manusia dan makhluk Tuhan seluruhnya.

Ø  Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan Taman Siswa pada awal pendiriannya, yaitu zaman penjajahan belanda adalah bersifat politik (kemerdekaan Indonesia). Sedangkan tujuan murni pendidikan yang diinginkan Taman Siswa seperti termuat dalam Peraturan Besar Taman Siswa bab IV pasal 13 adalah membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya. Tujuan tertinggi Taman Siswa adalah terwujudnya masyrakat tertib dan damai.

Bagian-bagian Sekolah Taman Siswa
1. Taman Indriya (Taman Kanak-kanak) : umur 5-6 tahun
2. Taman Anak (kelas I-III) : umur 6-10 tahun
3. Taman Muda (kelas IV_VI) : umur 10-13 tahun
4. Taman Dewasa (SMP)
5. Taman Madya (SMA)
6. Taman Guru B I : calon duru SD
    Taman Guru B II (satu tahun setelah Taman Guru B I)
              Taman Guru B III (satu tahun setelah Taman Guru B II)
    Taman Guru Indriaya (SMP + dua tahun)
7. Taman Masyarakat Taman Mani, Taman Rini (untuk wanita), Taman

Karti (untuk pertukangan)
Bentuk Organisasi Pendidikan
1. Perguruan
2. Pondok-asrama

Ø  Isi Kurikulum Taman Siswa
 Isi Kurikulum atau rencana pelajaran bersifat kultural nasional. Tiap mata pelajaran diberikan sebagai bagian peradaban bangsa yang perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Pemuda tidak boleh dikekang oleh ikatan tradisi dan konvensi yang dapat menghambat kemajuan bangsa.
 Segala pelajaran harus mampu membangkitkan rasa cinta tanah air dan bangsa.
 Di samping pendidikan kecerdasan, dipentingkan juga penjagaan dan latihan kesusilaan serta pendidikan kebudayaan.
 Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa pengantar diwajibkan. Bahasa daerah yang penting diajarkan secukupnya dalam daerah masing-masing. Bahasa asing diberikan untuk keperluan melanjutkan pelajaran dan menambah perhubungan dengan luar negeri.

Ø  Metode Pembelajaran
Dalam proses belajar mengajarnya, Taman siswa menerapkan sistem sebagai berikut;
 Sistem Among
Dalam sistem among ini diterapkan prinsip kekeluargaan yang bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Maksud dari bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan adalah setiap anak dibiarkan tumbuh sewarnya dengan bekal potensi yang ia miliki tanpa paksaan. Kebebasan untuk menentukan pilihan hidup tetap diberikan dengan tetap memberikan tuntunan agar berkembang hidup lahir batin menurut kodratnya sendiri-sendiri (Ahmadi, 1987: 52).
Unsur intelektualitas harus dihilangkan karena hanya menekankan pada aspek kognitif saja sehingga tidak terjadi keseimbangan. Selain itu hal ini akan menambah rasa tertekan pada siswa karena akan memunculkan istilah baru antara anak pandai dan bodoh dengan dasar yang tidak relevan.

Konsekuensi dari sistem ini adalah setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya. Untuk itulah mengapa peran guru juga diperhitungkan.

·       PENDIDIKAN PADA MASA KINI

Sebagai salah satu wahana pembentuk karakter bangsa, sekolah adalah lokasi penting dimana para "Nation Builders" Indonesia diharapkan dapat berjuang membawa negara bersaing di kancah global. Seiring dengan derasnya tantangan global, tantangan dunia pendidikan pun menjadi semakin besar, hal ini yang mendorong para siswa mendapatkan prestasi terbaik.

Namun, dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki beberapa kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan diantaranya adalah keterbatasan akses pada pendidikan, jumlah guru yang belum merata, serta kualitas guru itu sendiri dinilai masih kurang. Terbatasnya akses pendidikan di Indonesia, terlebih lagi di daerah berujung kepada meningkatnya arus urbanisasi untuk mendapatkan akses ilmu yang lebih baik di perkotaan.

Menurut pegiat pendidikan Indonesia, Anies Baswedan keterbatasan akses pendidikan di daerah menjadi pangkal derasnya arus urbanisasi. "Yang menjadi persoalan, di Jabodetabek jumlahnya sudah proporsional, tapi jangan kita hanya bicara urban. Justru di luar urban itu kita punya masalah dan itu yang menyebabkan migrasi ke Jakarta," ujar Anies. Secara tidak langsung, masyarakat Indonesia didorong untuk melakukan urbanisasi karena keterbatasan fasilitas di daerah. Ia menilai akses pendidikan harus dibuka seluas-luasnya untuk seluruh masyarakat dengan penyediaan fasilitas yang mendukung program tersebut. "Kalau sekolah hanya di ibukota kecamatan, maka yang jauh kan jadi nggak bisa sekolah," tandasnya.

Selain itu, jumlah guru yang sesuai dengan kualifikasi saat ini dinilai masih belum merata di daerah. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad saat ini banyak sekolah dasar (SD) di Indonesia kekurangan tenaga guru. Jumlahnya diperkirakan mencapai 112 ribu guru.

Untuk mengatasinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan bekerja sama dengan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, dalam hal distribusi guru di daerah-daerah supaya lebih merata. "Jika manajemen guru bisa ditangani lebih optimal, tidak parsial, maka bisa dipindahkan ke kabupaten atau daerah yang berdekatan," ungkap Hamid.

Kemudian, untuk meningkatkan kualitas para guru, Kemendikbud akan meningkatkan kualifikasi guru melalui beasiswa S-1 bagi guru SD dan SMP. Hamid menjelaskan, jumlah guru SD di sekolah negeri dan swasta sekitar 1.850 ribu guru. Dari jumlah tersebut, hanya 60 persen guru yang sudah memenuhi kualifikasi dengan gelar S-1, sedangkan 40 persen lainnya belum memenuhi kualifikasi. Tiap tahunnya, Kemendikbud juga menyiapkan beasiswa untuk 100 ribu calon guru guna menempuh pendidikan S-1 melalui bantuan beasiswa S-1 untuk guru SD dan SMP. Di dunia internasional, kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara di seluruh dunia berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education For All Global Monitoring Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan (Education Development Index, EDI), Indonesia berada pada peringkat ke-69 dari 127 negara pada 2011.

Di sisi lain, kasus putus sekolah anak – anak usia sekolah di Indonesia juga masih tinggi "Berdasarkan data Kemendikbud 2010, di Indonesia terdapat lebih dari 1,8 juta anak setiap tahun tidak dapat melanjutkan pendidikan,  Hal ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor ekonomi; anak – anak terpaksa bekerja untuk mendukung ekonomi keluarga; dan pernikahan di usia dini,” menurut Sekretaris Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M. Eng, Sc di Jakarta. Dalam laporan terbaru Program Pembangunan PBB tahun 2013, Indonesia menempati posisi 121 dari 185 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan angka 0,629. Dengan angka itu Indonesia tertinggal dari dua negara tetangga ASEAN yaitu Malaysia (peringkat 64) dan Singapura (18), sedangkan IPM di kawasan Asia Pasifik adalah 0,683.

"Kita harus menyelesaikan permasalahan pendidikan ini, karena kepemilikan atas pengetahuan adalah kunci seseorang mencapai kesejahteraan," menurut  figur pendidikan Indonesia, Anies Baswedan. Dalam perkembangan pendidikan Indonesia, pemerintah telah melaksanakan berbagai kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan guna menghadapi persaingan bebas dunia yang akan segera berlaku dengan terwujudnya komunitas ASEAN pada tahun 2015 mendatang.

Untuk meringankan beban serta memperkokoh dasar pendidikan pada siswa Indonesia, Kemdikbud memastikan akan sepenuhnya memberlakukan Kurikulum 2013 mulai tahun 2014, bahkan sudah menyiapkan anggaran untuk mendukung operasional kurikulum tersebut. "Sudah siap dan tahun depan hampir semua (sekolah) bisa melaksanakan Kurikulum 2013," ujar Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Musliar Kasim.

Kurikulum 2013 merupakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berfokus pada penguasaan pengetahuan yang kontekstual sesuai daerah dan lingkungan masing-masing.  Kurikulum tersebut menitikberatkan penilaian siswa pada tiga hal: sikap (jujur, santun, disiplin), keterampilan (melalui tugas praktek/ proyek sekolah), dan pengetahuan keilmuan. Pada tingkat dasar seperti SD, kurikulum ini lebih fokus pada pembentukan sikap dan keterampilan  hidup,  sedangkan keilmuannya lebih 'ringan' daripada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Pada tingkat lanjutan seperti SMP dan SMA, porsi penguasaan keilmuan lebih ditingkatkan karena pribadi murid dianggap sudah terbentuk pada tingkat dasar. Menurut Musliar, kurikulum baru akan diterapkan pada siswa SD kelas 1, 2, 4 dan 5; siswa SMP kelas 8 dan 9; serta siswa SMA kelas 10 dan 11. Pemerintah tidak akan mencetak buku bahan ajar. Seperti pelaksanaan pada tahun sebelumnya, Kemendikbud akan mengunggah buku bahan ajar ke dalam situs internet. 

Kemendikbud akan menetapkan harga eceran tertinggi atas buku yang ditargetkan akan beredar bebas tersebut. Kurikulum 2013 sendiri sebenarnya sudah dilaksanakan sejak pertengahan tahun 2013 di sejumlah sekolah yang telah diseleksi, meski sempat dikritik karena pelaksanaannya terkesan dipaksakan. 

Sebagai lembaga bantuan internasional yang bekerja di sektor pembangunan sosial-ekonomi, USAID Indonesia memberikan penekanan besar pada pengembangan kualitas pendidikan melalui sejumlah program yang berjalan sekarang salah satunya adalah melalui program beasiswa S2 USAID-PRESTASI. Pada tahun ini, USAID -PRESTASI memberikan beasiswa S2 kepada 31 profesional Indonesia. Program ini dibuka untuk umum dan diharapkan dapat mendukung pengembangan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya masing – masing yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi positif di lingkungan kerja mereka masing – masing setelah merekakembali ke Tanah Air.











Daftar Pustaka

Ahmadi, A. 1987. Pendidikan dari Masa ke Masa. Bandung: CV. Armico.
Mastuhu. 2004. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21. Yogyakarta: Safiria Insania Press.
Surjomihardjo, Abdurrachman. 1986. Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa dalam Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Susilo, M. Joko. 2007. Pembodohan Siswa Tersistematis. Yogyakarta: Penerbit PINUS
Tauchid, Moch. 1967. Soeratman. Karya Ki Hadjar Dewantara. Yogyakarta: Madjelis- Luhur Persatuan Taman Siswa.
Tilaar, H.A.R. 2003. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara
http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=1039




Sumber:

http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/68-kilas-balik-dunia-pendidikan-di-indonesia
Read More